Mengenal Tradisi Perang Nasi di Ngawi




KlikMadiun – Puluhan orang di Ngawi, saling melempar nasi.  Ini adalah tradisi perang nasi, yang sudah berjalan bertahun-tahun.

Itulah dilakukan oleh warga Desa Pelang Lor Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi Jawa Timur. tradisi ini dikenal dengan perang nasi, yang dilakukan usai masa panen kedua setiap tahun. Secara sukarela warga desa mengumpulkan nasi yang dibungkus daun pisang atau daun jati. Mereka juga menyertakan sayur tahu, sayur kentang, mie serta kerupuk atau rempeyek.

Nasi-nasi yang dibungkus itu jumlahnya bisa mencapai ratusan. “Nasi itu dikumpulkan 8 atau 9 atau 7 kelompok. Semakin banyak, menunjukkan semakin bagus hasil panen warga desa,” kata Sukadi, Kepala Desa Pelang Lor, Jumat 19 Agustus 2016.

Dulu, menurut Sukadi, tradisi ini tidak ada saling lempar nasi, karena sebenarnya ini adalah tradisi nadran atau bersih desa. “Kami berkumpul untuk bersyukur atas limpahan rejeki dari hasil pertanian, serta meminta kepada Tuhan, agar tahun depan hasil pertanian tetap bagus,” ujar Sukadi menambahkan.

Nasi-nasi yang dikumpulkan, dulu, dibagikan kepada warga yang kurang mampu usai berdoa kepad Tuhan. Sukadi tidak tahu persis kapan tradisi ini bisa berubah menjadi saling lempar nasi. Menurut cerita yang beredar, terjadinya saling lempar nasi ini disebabkan warga saling berebut nasi karena takut tidak kebagian nasi. Dari saling berebut itulah menjadi saling lempar, dan tetap dilakukan hingga sekarang.

“Ikut perang nasi ini, seru. Karena saling lempar sambil bercanda. Sejak kecil saya sudah ikut saling lempar. Justru serunya di situ,” kata Agus Rahman pemuda 21 tahun warga desa Pelang Lor.

Tidak hanya anak-anak kecil ikut tradisi perang nasi ini, tua muda pun ikut dalam  perang nasi ini. Mereka rela terkena lemparan nasi, maupun tersiram kuah sayur, saat merayakan tradisi yang sudah berjalan ratusan tahun ini.

Namun, tidak semua nasi ikut sia-sia. Saat pulahan orang terlibat saling lempar nasi, beberapa perempuan tua tidak mempedulikan. Perempuan-perempuan itu asyik memungutinasi yang masih bersih terbungkus daun.

Salah satunya adalah Wagini. Setiap tradisi eprang nasi, ia selelu memunguti nasi syang masih bagus dan dibawa pulang. “Ya untuk dimakan. Jika lebih, nasi ini saya jadikan kerupuk. Ya lumayan dari pada dibuang-buang  mending saya bawa pulang,” kata Wagini sambil menggendong bakul besar berisi penuh nasi. (klik-1)



Post a Comment

أحدث أقدم