Ribuan Warga Saksikan Festival Desa Glinggang



KlikMadiun – Desa Glinggang Kecamatan Sampung yang berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat kota Ponorogo mendadak ramai. Ribuan orang memadati jalan desa yang membelah sawah untuk meyaksikan arak-arakan tumpeng yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Festival Desa Glinggang, Kamis 23 Maret 2017.

Ratusan orang mengusung sedikitnya 200 tumpeng ke jalan sempit di areal persawahan dengan tanaman padi yang sudah menguning siap dipetik. Ratusan ‘den-den sawah’ buatan warga dari 12 RT yang ada di Desa Glinggang menghias sisi kanan dan kiri jalan desa.  Bentuknya beragam. Ada yang berbentuk lara blanya, raksasa, petani, santri bahkan replika wartawan sedang memotret.

Setelah itu, tumpeng yang dilengkapi ingkung (ayam kampung yang dipanggang) ditaruh di tempatnya masing-masing sesuai yang diatur panitia. Sejumlah seniman melakukan performance art yang dikemas dalam ritual ‘umbul dungo’. Yang menarik, performance art bukan saja dilakukan oleh seniman Ponorogo, tapi juga dari Solo bahkan seniman wanita bule dari Polandia, Karolina Nieduza.

“Karolina Nieduza dari Polandia. Dia adalah seorang master performance art, juga film maker,” terang  Wisnu HP, creative consultan budaya dalam Festival Desa Glinggang tersebut. Wisnu dan Karolina Nieduza tampil sekitar selama sekitar 10 menit bersama seniman Suprapto Suryodarmo dari Solo serta seniman lain.

Mereka melakukan permormance art menggambarkan ritual ‘metik pari’ yang dulu dilakukan oleh masyarakat Ponorogo menjelang panen. Beberapa tangkai padi yang baru saja dipetik, dengan penuh doa diserahkan kepada kepala desa untuk dibawa pulang dalam gendongan. Ritual Umbul Dungo tersebut sebagai simbul ungkapan rasa syukur dan doa menjelang musim petik padi, dengan harapan hasil panen melimpah dan berkah.

Setelah modin desa setempat memimpin doa, ratusan warga baik yang membawa tumpeng maupun tidak, ikut murak tumpeng, makan bersama-sama di areal persawahan. Warga begitu lahap menyantap tumpeng, karena purak tumpeng dilakukan sekitar pukul 09.30, tentunya warga sudah cukup lapar. Suasana panas dengan aroma khas persawahan membuat nafsu makan meningkat.

“Kegiatan ini sebagai wujud rasa syukur masyarakat Desa Glinggang atas hasil tanaman padi yang sebentar lagi akan dipanen,” kata Kepala Desa Glinggang, Riyanto. Dia tampak gembira sekali di tengah-tengah ribuan warganya yang begitu antusias memadati areal persawahan tempat digelarnya acara
.
Sementara itu Camat Sampung, Fadlal menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah desa dan warga Desa Glinggang yang sukses menggelar acara budaya tersebut. “Dengan persiapan hanya sepuluh hari saja acara festival Desa Glinggang ini sudah demikian bagus, semoga tahun-tahun mendatang dengan persiapan lebih matang festival ini lebih jauh lebih hebat lagi,” kata Fadlal berharap.

Secara terpisah, Wisnu HP menjelaskan Festival Desa Glinggang digelar sebagai cara untuk ‘nguri-uri’ (melestarikan) budaya lokal. “Ini merupakan bagian dari cara kami untuk nguri-uri budaya. Budaya seperti ini mulai punah, maka kita kembalikan ini menjadi sebuah aktifitas budaya, agar anak  cucu nanti tahu bahwa kita memiliki kekayaan budaya,” terang Wisnu.



Dulu, ritual ‘metik pari’ pernah hidup di Ponorogo. Masyarakat pedesaan sering melihat seorang sesepuh membakar dupa di petak sawah yang padinya sudah menguning. Biasanya ada janur (daun kelapa) di titik tertentu sebagai penanda tempat ‘uba rampe’ ditaruh. Sehari atau dua hari kemudian biasanya padi yang sudah dilakukan ritual ‘petik’ itu dipanen.

Seorang warga Desa Glinggang, Samin (65) mengatakan ritual ‘petik’ sudah berpuluh-puluh tahun tak ada yang melakukan. “Mungkin sudah lebih dari 20 atau 30 tahun tak ada orang yang ‘metik’. Pokoknya sejak muncul jenis padi unggul seperti ini,” kata Samin sambil memunjuk padi varietas unggul di sampingnya.

Festival Desa Glinggang bukan hanya digelar dalam bentuk ritual, pesta tumpeng dan umbul dungo di areal persawahan. Tapi juga menampilkan seni tradisional khas Ponorogo, Gajah-gajahan dan Reyog Ponorogo dan mengarak den-den sawah. Tapi juga pentas seni sabuk janur, atraksi para pesilat Persaudaraan Setia Hati Terate dan para jujitsan (bela diri Jiu-Jitsu). (klik-5)



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama