Jabatan Kades 9 Tahun, Pentas Gugat : "Potensi Kades Dilaporkan Dugaan Korupsi Akan Meningkat"



Klikmadiun.com - Demo massal yang dilakukan Kepala Desa (Kades) se-Indonesia pada 17 Januari 2023 di Senayan, Jakarta tengah menjadi perbincangan hangat di publik. 



Melihat fenomena  aksi para Kades se-Indonesia dalam menyampaikan tuntutannya, LSM Pentas Gugat yang  selama ini lebih fokus mengangkat isu korupsi menyampaikan tanggapannya. 



Menurut Koordinator Pentas Gugat, Heru Kun mengatakan bahwa unjuk rasa adalah hak setiap Kepala Desa untuk bebas berkumpul, berserikat dan menyampaikan pendapat di muka umum. Kebebasan berekspresi ini merupakan amanah UUD tahun 1945 pasal 28 dan pasal 28E ayat (3), berbunyi: setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.



Ditambahkan Heru, bahwa hak menyampaikan pendapat di muka umum, juga diatur khusus UU nomor 9 tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, pasal 5 ayat (1) yang berbunyi: setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.



"Asalkan memenuhi peraturan perundang-undangan, maka berkumpul, berserikat dan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak yang tidak dapat dicegah", ujar Heru, Kamis (19/1/2023). 



Namun Heru juga menyinggung konteks unjuk rasa yang dilakukan Kades-kades bukanlah katagori menuntut sebuah hak. Sebab hak-hak Kades sejauh ini sudah diatur dan terpenuhi dalam UU No. 6 Th. 2014 Tentang Desa.



Sementara itu, terkait periodesasi masa jabatan Kades dari 6 tahun menjadi 9 tahun merupakan katagori tuntutan yang sah-sah saja dilakukan.



"Para Kades itu sedang menggunakan haknya berkumpul, bersuara dalam hal menuntut perpanjangan masa jabatan. Jadi tidak bisa disebut menuntut hak, karena hak mereka sudah terpenuhi dan diatur dalam peraturan perundang-undangan", jelasnya.



"Antara menuntut hak dan menggunakan haknya adalah dua hal berbeda", imbuh Heru. 


Herukun melanjutkan bahwa unjuk rasa para Kades se-Indonesia di Senayan adalah sesuatu yang sah dan tidak bertentangan dengan hukum. Tetapi tidak dibenarkan jika pembiayaan ke Senayan dibebankan APBDes masing-masing. Termasuk dengan dalih Rapat Koordinasi (rakor, red), sebab isu penambahan masa jabatan bersifat individual atau pribadi. Dari sisi administrasi surat-menyurat juga tidak cukup menjelaskan bahwa agenda para Kades merupakan rakor. Sebab tidak mungkin DPR RI membuat rakor tatap muka melibatkan seluruh Kepala Desa se-Indonesia.



"Boleh-boleh saja kalau menggunakan duit pribadi tapi bukan duit Desa ya", tukasnya.



Selain itu, Pentas Gugat berpendapat apabila Pemerintah dan DPR RI menyetujui periodesasi masa jabatan Kades dari 6 tahun menjadi 9 tahun, maka persoalan baru sudah siap menunggu di desa-desa.



Bahwa 9 tahun masa jabatan Kades diharapkan akan menurunkan tensi politik untuk memberi lebih ruang rekonsiliasi para pihak berseteru di Desa. Tetapi ini juga tidak sehat terhadap iklim demokrasi dan pendidikan politik masyarakat Desa.


Dalam pandangannya, Herukun menjelaskan akan ada dampak susulan yang riskan terjadi sebagai bagian resiko 9 tahun masa jabatan Kades. Yaitu potensi pelaporan dugaan tindak pidana korupsi di desa akan meningkat.



Pentas Gugat menilai bahwa laporan atau aduan masyarakat kepada Aparat Penegak Hukum (APH) terkait isu korupsi yang diduga dilakukan oleh Kades akan menjadi cara paling rasional  bagi masyarakat untuk menurunkan Kades sebelum masa jabatannya berakhir.



"Andai ada Kades korupsi secara menahun, maka akan sulit bagi masyarakat harus menunggu 9 tahun masa jabatan Kades berakhir, dan membuat laporan kepada APH adalah tindakan sah yang tidak bisa dicegah", pungkasnya.(klik-2)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama