Kasie Datun Bilang Inpres Lebih Tinggi Daripada Peraturan Menteri, PGI: Inpres Bukan Peraturan Perundang-undangan Beda Dengan Peraturan Menteri !



Klikmadiun.com - Penjelasan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Madiun melalui Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Masruri Abdul Aziz tentang polemik penyerahan bidang tanah aset desa khususnya di Desa Banjarsari Kulon, Kecamatan Dagangan yang menyatakan bahwa acuan pengambilalihan gak atas tanah kas desa adalah Instruksi Presiden (Inpres) tahun 1973 hingga 1983 memunculkan diskusi publik menarik. 


LSM Pentas Gugat Indonesia (PGI) melalui Koordinator Heru Kun menanggapi ungkapan Kasi Datun tentang tingkatan Inpres yang lebih tinggi dari Permendagri. Menurut PGI, Inpres tidak bisa digolongkan dalam bentuk peraturan ataupun perundang-undangan.


"Instruksi Presiden adalah perintah atasan kepada bawahan yang bersifat individual, konkret, dan sekali-selesai atau final atau einmalig. Sehingga tidak dapat digolongkan dalam peraturan perundang-undangan (wetgeving), atau ini tergolong peraturan kebijakan (beleidsregel, pseudo-wetgeving)," jelas Heru, Sabtu (7/1/2023). 


Ditambahkan Heru, bahwa Instruksi Presiden yang kemudian disingkat Inpres merupakan “policy rules”, yaitu bentuk peraturan kebijakan yang tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk peraturan perundang-undangan.


"Inpres bersifat kebijakan karena secara formal tidak dapat disebut atau tidak tergolong sebagai peraturan perundang-undangan," tambahnya.


Sementara itu, kedudukan ataupun keberadaan Peraturan Menteri dapat merujuk UU No. 12 Th. 2011 Pasal 8 ayat (1) yang berbunyi: "Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPRD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.


Dengan demikian, walaupun Peraturan Menteri tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana termuat pada UU No. 12 Th. 2011 pasal 7, namun Peraturan Menteri termasuk peraturan perundang-undangan, karena Menteri disebut dalam pasal tersebut sebagai Lembaga yang dapat menetapkan peraturan perundang-undangan. Hal ini diperjelas kedudukannya pada UU No. 12 Tahun 2011 Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2).


Artinya, antara Inpres dan Permendagri tidak bisa disejajarkan kedudukannya, memiliki fungsi  dan makna yang berbeda. Menurut Heru, seharusnya petugas penegak hukum mempunyai pemahaman yang detil terkait keduanya. 


"Bagaimana mungkin seorang Datun Kejaksaan Negeri bertanya di ruang publik tinggi mana Inpres dengan Permendagri, sementara Inpres bukan peraturan perundang-undangan sedangkan Permendagri adalah bagian dari Peraturan perundang-undangan?" tanyanya heran.


Sedangkan untuk kasus penyerahan bidang tanah aset Desa Banjarsari Kulon dan Desa-desa lain di wilayah Kabupaten Madiun, PGI menyebut Inpres Tahun 1973 - 1983 tidak ada yang menjelaskan bahwa tanah SDN adalah milik Pemerintah Daerah. Kalaupun saat itu sudah ada kompensasi ganti rugi dari Pemerintah Pusat, maka itu artinya hak tanah ada pada Pemerintah Pusat.


"Itupun perlu arsip yang menyatakan bahwa kompensasi ganti rugi Pemerintah Pusat saat itu sekaligus bermakna kepemilikan tanah SDN adalah milik Pemerintah Pusat," tandasnya. 


"Yang jadi persoalan adalah Datun mengklaim bahwa itu milik Dispendikbud. Apalagi tidak ada redaksi hukum di dalam Inpres dimaksud yang mengatur bahwa tanah itu milik Dispendikbud," imbuhnya lagi. 


Tanah SD memang bukan milik pribadi atau perorangan melainkan milik Desa, sesuai dengan asal-usul tanah tersebut. Sehingga diharapkan Desa-desa segera mengurus sertifikat melalui PTSL.


"Jika BPN menolak proses PTSL terkait aset tanah Desa (tanah SDN, red), maka Desa-desa sah untuk menggugat BPN Kabupaten Madiun atau melaporkan ke Polda/Bareskrim atau bisa juga melaporkan ke Menteri ATR/BPN di Jakarta", tegasnya.



PGI menyesalkan keterangan Kasi Datun Kejari Kabupaten Madiun Madiun terkait polemik penyerahan bidang tanah SDN ke Pemerintah Kabupaten Madiun yang mengatakan bahwa tingkat intelegency masyarakat mempengaruhi pemahaman terhadap peraturan. Semestinya Kasie Datun dapat menempatkan diri sesuai porsi sebagai Penegak Hukum.


"Dia lebih baik belajar dulu tentang kedudukan Inpres terhadap Peraturan Menteri jangan justru menyudutkan intelegency masyarakat!," ungkap Heru. 


PGI menyarankan agar Bidang Datun lebih memfokuskan proyek-proyek bermasalah di Kabupaten Madiun yang masuk dalam daftar pendampingan bidangnya. 


"Lebih baik dia urus proyek-proyek dengan potensi masalah yang kebetulan dirinya menjadi pendamping proyek tersebut. Secara moral dan hukum dia layak bertanggungjawab, contoh proyek BPBD Kabupaten Madiun di jembatan Luworo," tantangnya. 


Di akhir, PGI bersedia berada satu forum diskusi ataupun debat publik melawan bidang Datun Kejari Kabupaten Madiun untuk membahas   tentang regulasi ataupun produk hukum. 


"Iya, dengan senang hati. Nanti akan terlihat siapa yang memiliki intelegency lebih rendah, Datun ataukah masyarakat. Sekalian saya akan jelaskan asal-usul tanah Kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun yang di Balerejo itu," pungkasnya.(klik-2)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama