Kabupaten Madiun, klikmadiun.com - Bidikan kamera jurnalis investigasi kali ini tertuju pada kondisi gedung SDN Dawuhan Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun. Bangunan yang seharusnya memberikan kenyamanan dalam proses belajar mengajar, justru jelas secara kasat mata dimana atap salah satu gedung kelas terlihat rusak parah hingga genteng roboh dan berserakan di lantai. Dapat dibayangkan, bagaimana keberlangsungan kegiatan belajar mengajarnya. Muncul pertanyaan, sejauh mana implementasi setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak sesuai amanat UUD 1945? Apakah kondisi ini berkontribusi menjadi alasan banyak SDN di Kabupaten Madiun tutup karena sepi peminat dan kalah saing dengan SDN di kota dan swasta?
Menurut keterangan Kepala SDN Dawuhan, Mulyono bahkan sebagian besar Sekolah Dasar di Kecamatan Pilangkenceng dalam kondisi rusak.
"Setau saya tidak hanya Dawuhan (SDN Dawuhan, red), semua di Pilangkenceng seperti itu (banyak yang rusak, red). Saya sudah mengusulkan (perbaikan, red) tapi dikabulkan atau tidak saya tidak tahu,” terangnya melalui sambungan telepon pada Jumat (15/8/2025).
Selanjutnya, jurnalis mencoba menghubungi Kepala Desa Dawuhan Suyanto, kemudian memaparkan kronologi tertundanya perbaikan SDN yang ada di Desanya tersebut. Dijelaskan bahwa sekitar tahun 2022 pernah ada rapat yang diadakan oleh Dinas Pendididkan dan Kebudayaan di kantor Kecamataan Pilangkenceng guna membahas proses ambilalih tanah kas Desa yang di atasnya berdiri gedung SDN. Saat itu, disampaikan agar pihak Desa menyerahkan tanah aset Desa kepada pihak Pemkab Madiun agar gedung sekolah bisa diperbaiki.
"Memang dulu dari dinas (Dispendikbud Madiun, red) ceritanya tanah aset itu mau diambil, kita tidak mengijinkan. Kalau pinjam pakai kita tidak masalah. Akhirnya sampai sekarang pengajuan perbaikan sekolah belum mendapat jawaban dari Dinas, sedangkan Desa juga tidak mampu untuk memperbaiki,” paparnya.
Kesenjangan Renovasi Gedung SDN dan SMPN
Sebagai informasi, polemik ambilalih tanah Desa yang di atasnya berdiri bangunan SDN dilakukan Pemkab Madiun sejak tahun 2022, namun keinginan Pemkab Madiun ini ditentang sebagian besar Pemerintah Desa. Dengan dalih terbentur aturan untuk merenovasi namun tanpa menyertakan dasar hukum yang jelas tentang aturan dimaksud, Pemkab Madiun bersikeras tidak merenovasi gedung sekolah yang masih berdiri di atas tanah aset milik Desa. Dan upaya pengambilalihan aset Desa ini kembali dilanjutkan oleh kepemimpinan Bupati Madiun periode 2024-2029.
Sementara itu, ditengah rentetan fakta rusaknya bangunan SDN yang membutuhkan penanganan cepat, lensa kamera jurnalis justru menangkap munculnya plang proyek renovasi SMPN 2 Mejayan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Madiun. Dalam plang tertulis nama pekerjaan yakni Pekerjaan Kontruksi Revitalisasi Sekolah di SMPN 2 Mejayan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) TA. 2025 dengan nilai sebesar 3.5 Milyar rupiah lebih.
Protes Pentas Gugat : Apakah harus menunggu jatuh korban?
Beda perlakuan dan pengambilan sikap ini mendapat protes tajam dari salah satu NGO di Madiun. Pentas Gugat Indonesia yang selama ini menjadi satu-satunya pihak diluar Pemerintah Desa yang konsisten menolak penyerahan aset Desa secara gratis kepada Pemkab Madiun menyampaikan pandangannya.
Koordinator Pentas Gugat Herukun memastikan bahwa revitalisasi SMPN 2 Mejayan dilakukan oleh Pemkab Madiun dikarenakan tanah SMP tersebut milik Pemkab Madiun. Padahal mengacu pada mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan, seharusnya Pemkab Madiun juga dapat melaksanakan renovasi atau membuat langkah revitalisasi bangunan SDN rusak tanpa harus mengambilalih kepemilikan tanah Desa yang di atasnya berdiri bangunan SDN.
"Sejak awal kami sampaikan, merenovasi bangunan SDN di tanah milik Desa bisa menggunakan DAU atau sumber lain seperti BKK tanpa harus merebut tanah milik Desa, contohnya pembangunan atau renovasi Pustu di tanah milik Desa," jelas Herukun.
Herukun menjelaskan mekanisme yang dimaksud didasarkan pada UU No. 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan kedua Atas UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 79 ayat (6), berbunyi: Program Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang berskala lokal Desa dikoordinasikan dan/atau didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa.
Herukun menduga, bersikukuhnya Pemkab Madiun mengambilalih aset Desa justru disebabkan keengganan Pemkab Madiun berkolaborasi dengan stakeholder di Desa dalam merenovasi bangunan SDN.
"Revitalisasi SMP 2 Mejayan dengan nilai proyek 3.5 Miliar adalah bukti bahwa proyek ini langsung dapat diambilalih Pemkab Madiun tanpa campur tangan pihak manapun," tandasnya.
Dirinya menambahkan bahwa pengendalian proyek revitalisasi secara mutlak oleh Pemkab Madiun seperti di SMP 2 Mejayan inilah yang ingin diterapkan oleh Pemkab Madiun dalam memperlakukan sekolah-sekolah rusak di seluruh wilayah Kabupaten Madiun. Sehingga mau tidak mau, Desa diminta sukarela untuk menyerahkan aset tanah yang di atasnya berdiri bangunan SDN.
"Jika tanahnya masih milik Desa, maka Pemkab harus kolaborasi dengan Desa dalam menjalankan proyek, tapi bila tanahnya milik Pemkab maka semua kendali eksekusi ada di Pemkab dan nilai proyek bisa fantastis. Lebih menguntungkan mana?," sarkas Herukun.
Pentas gugat khawatir, Pemkab Madiun sedang mempertaruhkan keselamatan anak-anak dan guru-guru yang sehari-hari dalam ancaman gedung sekolahnya roboh.
"Hentikan omong kosong ini, demi apa kalian begitu? Apakah harus menunggu jatuh korban?," tutupnya dengan tegas.(klik-2)
إرسال تعليق